Plt Gubernur Aceh Edarkan Aturan Pengajian, Menag: Sudah Ada Qanun Syariah
Ibadah.co.id –Plt Gubernur Aceh Nova Iriansyah dalam Surat Edaran (SE) Nomor 450/21770 tanggal 13 Desember 2019 menegaskan bahwa bahwa penyelenggaraan kajian/pengajian di Aceh mesti berdasarkan I’tiqad Ahlussunnah Waljamaah dan Mazhab Syafi’yah.
Menanggapi hal ini, Menag Fachrul Razi menilai, SE tersebut dikeluarkan dengan niat baik menanggulangi penyebaran ideologi atau mazhab yang tidak sesuai dengan kultur masyarakat Aceh. Walau bagaimanapun, Aceh sebagai provinsi istimewa sudah memiliki aturan tersendiri yang termaktub dalam Qanun atau perda syariah yang mengatur segala macam kegiatan masyarakatnya.
Maka Menag berharap SE itu tak membuat keragaman yang ada di masyarakat Aceh jadi bergejolak, saling menyalahkan. Kerukunan antar sesama mazhab harus saling memahami, hingga persatuan itu tetap terjaga utuh.
“Kami juga mengimbau semua pihak untuk turut menjaga kerukunan sesuai kultur masyarakat, termasuk di Aceh yang cinta perdamaian dan persatuan,” ungkapnya.
“Aceh sudah punya Perda atau Qanun. Di situ sudah ada aturan mengenai praktik pokok-pokok syariat Islam serta perlindungan dan pembinaan aqidah,” terang Menag di Jakarta, Senin (27/01).
Menurut Menag, Aceh sudah memiliki Qanun Nomor 8 Tahun 2014 tentang Pokok-Pokok Syariat Islam. Pasal 14 ayat 3, 4 dan 5 mengatur dibolehkannya pelaksanaan Syariat Islam oleh mazhab lain, selain mazhab Syafi’i.
Ayat 3 misalnya, mengatur bahwa “Penyelenggaraan ibadah yang tidak mengacu pada tata cara mazhab Syafi’i dibolehkan selama dalam bingkai mazhab Hanafi, Maliki dan Hambali dengan selalu mengedepankan kerukunan, ukhuwah Islamiyah dan ketentraman di kalangan umat Islam.” Ayat 4 mengatur, “Dalam hal ada kelompok masyarakat di Aceh yang sudah mengamalkan mazhab Hanafi, Maliki atau Hambali tidak dapat dipaksakan untuk mengamalkan mazhab Syafi’i”. Sedang ayat (5) menjelaskan,”Dalam hal kelompok masyarakat yang mengamalkan ibadah mengikuti paham organisasi keagamaan yang sesuai dengan Al-Quran dan Hadist serta diakui secara sah oleh Negara tetap dibenarkan/dilindungi.”
“Aceh juga sudah punya Qanun Nomor 8 tahun 2015 tentang Pembinaan dan Perlindungan Aqidah. Pasal 7 yang mengatur larangan antara lain menegaskan bahwa setiap orang dilarang dengan sengaja menuduh orang lain sebagai penganut atau penyebar aliran sesat atau sengaja menghina atau melecehkan aqidah,” jelasnya. (ed.AS/ibadah.co.id/kemenag)