Ibadah.co.id – Ketua Rabithah Ma’ahid Al Islamiyah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (RMI-PBNU) KH Abdul Ghofar Rozin mengatakan bahwa peringatan Hari Santri mesti menjadi momen perubahan.
Peringatan Hari Santri adalah salah satu momen yang mesti menjadi dimanfaatkan para santri di seluruh Indonesia untuk merefleksikan dirinya.
Meski demikian, Gus Rozin, sapaan KH Abdul Ghofar Rozin, meminta kepada segenap masyarakat yang merayakan Hari Santri agar tetap menjaga protokol kesehatan.
Seperti dilansir republika.id pada 13/9/21, peringatan Hari Santri 2021 akan jatuh pada bulan depan, tepatnya 22 Oktober. Ketua Rabithah Ma’ahid Al Islamiyah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (RMI-PBNU) KH Abdul Ghofar Rozin (Gus Rozin) menyampaikan, peringatan Hari Santri tahun ini harus mengedepankan kewaspadaan terhadap pandemi Covid-19, yakni dengan menerapkan protokol kesehatan (prokes).
“Sedangkan bagi pesantren yang berada di zona aman, silakan menyelenggarakan upacara dan kegiatan luar ruang lain yang melibatkan para santri, tentunya dengan prokes,” kata dia kepada Republika, Jumat (10/9).
Ulama yang akrab disapa Gus Rozin ini mengatakan, memperingati Hari Santri berarti merawat memori kolektif masa lalu untuk dijadikan modal membangun masa depan yang lebih baik. Pada peringatan Hari Santri tahun ini, tema yang diangkat adalah “Bertumbuh, Berdaya, Berkarya”. Tema ini, menurut dia, menggambarkan karakteristik dan nilai pesantren.
Pesantren, Gus Rozin melanjutkan, terus bertumbuh dari sejak 1400-an sampai saat ini, baik secara kualitas maupun kuantitas. “Dan pesantren juga berdaya dan mandiri baik secara nilai, tata kelola, dan ekonomi serta memberdayakan masyarakat sekitar sehingga pesantren dengan masyarakat sekitarnya saling menguatkan,” katanya.
Gus Rozin juga menyampaikan, salah satu rangkaian peringatan Hari Santri 2021, yaitu melaksanakan Shalawat Nariyah untuk Negeri. Dalam agenda ini, para santri se-Indonesia akan membaca shalawat nariyah untuk memberikan kesejukan dan menjadi kekuatan bagi Indonesia untuk segera bangkit dari keterpurukan akibat pandemi Covid-19.
Dia juga menjelaskan, makna sejati dari Hari Santri ialah meluruskan sejarah yang sempat terlupakan, yakni resolusi jihad 22 Oktober 1945. Kedua, memupuk kesadaran publik bahwa santri dan pesantren adalah elemen penting bangsa yang mandiri dan memiliki potensi besar. Ketiga, memompa semangat para santri untuk makin siap berkiprah memajukan bangsa menyambut era industri 4.0 dan masyarakat 5.0.
Dalam pandangan Sekjen MUI Buya Amirsyah Tambunan, Indonesia sangat menghormati peran dan kiprah santri serta pesantren, bahkan sejak sebelum kemerdekaan. Penghormatan ini diwujudkan dengan adanya UU 18 Tahun 2019 tentang Pesantren dan diresmikannya Hari Santri Nasional.
“Hari santri merupakan upaya untuk mendukung masa depan santri ke depan,” ujarnya kepada Republika, Ahad (12/9).
Dia mengatakan, Indonesia menaruh harapan besar pada santri sebagai generasi penerus bangsa, agar mampu menjadi pemimpin yang memiliki integritas, kapasitas, dan akseptabilitas untuk memajukan daya saing bangsa di kancah global. “Para santri diharapkan mandiri dalam mengelola sumber daya alam Indonesia yang kaya untuk kesejahteraan rakyat Indonesia,” ujar dia.
Sementara, Ketua Pusat Dokumentasi dan Kajian Al-Irsyad Bogor Abdullah Abubakar Batarfie mengatakan, santri berperan aktif dalam memperjuangkan kemerdekaan bangsa Indonesia. Untuk itu, penting sekali semua elemen masyarakat ikut berkhidmat dalam memperingati Hari Santri.
“Hari Santri Nasional diperingati agar menjadi bahan refleksi bagi segenap bangsa, terutama generasi muda, untuk tidak melupakan sejarah bahwa republik ini lahir berkat perjuangan para santri dan ulama,” ujar dia. Ia berharap, generasi muda khususnya para santri senantiasa meningkatkan kualitas diri dengan mengambil peran di segala bidang. Hal ini penting agar santri dapat mempertahankan kontribusinya bagi bangsa. (RB)