Sifat Pemaaf Ibnu Taimiyah yang Dapat Kita Teladani
Ibadah.co.id – Hidup memang tak akan berjalan sangat mulus. Adakalanya kita akan mengalami suatu ketidak nyamanan. Hal kecil yang dapat dicontohkan adalah dalam bersosial, tak semua orang yang ada disekitar kita memiliki rasa saling bantu dan praduga yang baik terhadap kita. Meskipun kita tidak pernah membenci, mengusik bahkan mengganggu ketenangan orang lain, tapi terkadang masih ada saja orang yang usil terhadap kita.
Memang tak mudah bagi kita untuk berbesar hati dan bisa dengan lapang bisa memaafkan perilaku orang-orang yang telah memusuhi kita. Namun berikut salah sati inspirasi yang bisa memotivasi kita untuk tetap memiliki hati yang seluas samudera yang dicontohkan oleh Ibnu Taimiyah.
Dalam kutipan buku “20 Sebab Kenapa Harus Memaafkan” yang tertulis dalam halaman republika.co.id, karya DR Firanda Adirja, mengutip kitab al-Istighatsah fii ar-Radd ‘ala Al-Bakri disebutkan, perseteruan antara Ibnu Taimiyyah dan al-Bakri cukup mengkristal karena sejumlah perbedaan. Karena kejadian ini, Ibnu Taimiyah pun membantah sikap al-Bakri. Maka akhirnya al-Bakri pun mengkafir-kafirkan Ibnu Taimiyah.
Suatu ketika al-Bakri bersama murid-muridnya mendatangi Ibnu Taimiyah. Tatkala mereka bertemu di jalan, maka Ibnu Taimiyah diserang dan dikeroyok mereka. Melihat kejadian ini, prajurit kerajaan datang dan memisahkan mereka.
Seketika itu pula al-Bakri dan murid-muridnya kabur. Maka tentara tersebut meminta izin kepada beliau untuk menghukum al-Bakri akibat perbuatannya. Akan tetapi Ibnu Taimiyah berkata, “Aku tidak mau membela diriku.” Akan tetapi mereka tetap ingin agar menghukumi perbuatan Al-Bakri.
Akhirnya Ibnu Taimiyah berkata,“Apakah menghukuminya merupakan hak saya, atau merupakan hak kalian atau merupakan hak Allah SWT? Jika hak tersebut adalah hak saya maka Al- Bakri telah saya maafkan. Jika hak menghukum adalah hak kalian maka jika kalian tidak mendengar nasihatku maka jangan meminta fatwa kepadaku, dan silahkan kalian melakukan apa yang kalian kehendaki. Dan jika hak adalah milik Allah maka Allah akan mengambil hak-Nya sesuai kehendak-Nya dan kapan saja Dia kehendaki.”
Akan tetapi tentara masih bersikeras untuk menangkap al-Bakri. Maka tatkala tentara kerajaan mencari-cari Al-Bakri untuk dihukum, maka Al-Bakri pun lari dan bersembunyi di rumah Ibnu Taimiyah, tatkala beliau bermukim di Mesir hingga akhirnya Ibnu Taimiyah memberi pengampunan agar Raja mengampuni Al-Bakri, dan akhirnya dia pun dimaafkan.(HN/Kontributor)