2019, Tahun Tak Mudah Bagi BRI Syariah Walau Tetap Positif
Ibadah.co.id – Bagi PT Bank BRI Syariah Tbk., tahun ini bukan menjadi tahun yang mudah. Alih-alih fokus mengejar cuan usai melantai di Bursa Efek Indonesia, perseroan justru berkutat dengan persoalan internal, salah satunya pembiayaan bermasalah.
Anak usaha bank terbesar di Tanah Air ini, BRI, memang memiliki setumpuk hal-hal bersifat fundamental yang harus kembali diperkuat sebelum memasuki tahap selanjutnya mengejar pertumbuhan.
Per kuartal III/2019, laba Bank BRI Syariah anjlok 62,6% secara tahunan (year-on-year/yoy) menjadi Rp56,46 miliar. Perseroan juga masih mencatatkan rasio pembiayaan bermasalah (non-performing financing/NPF) bruto 4,45%.
Kendati demikian, tren NPF ini cenderung menurun. Pada September 2018, nilainya 5,3%. NPF akan dijaga di kisaran 4% tahun ini, dan didorong menjadi 3% tahun depan.
Direktur Bisnis Ritel BRI Syariah Fidri Arnaldy mengungkapkan bahwa hasil kinerja kuartal III/2019 trennya positif.
Apalagi, manajemen BRI Syariah yang baru diresmikan pada 29 April 2019 lalu memiliki komitmen dan strategi penguatan untuk perbaikan NPF, perbaikan pencadangan pembiayaan, hingga meningkatkan proporsi dana murah.
Perbaikan NPF dilakukan dengan lebih banyak melakukan restrukturisasi pada kolektibilitas 2. Sebagai gambaran, pada Juni 2019 kolektibilitas 2 pada sektor komersial yang sebesar 9,07%. Angka itu mampu ditekan menjadi 5,96% per September 2019, atau terendah dibandingkan seluruh sektor lain.
“Kami ada [pembiayaan bermasalah] Duniatex kemarin, ke depan sektor komersial akan kami kelola dengan lebih selektif. Saat ini komposisi komersial sudah 38% dari kemarin yang pernah 42%. Arahnya sampai 2023 akan ditekan hingga 30%,” katanya saat ditemui usai public expose, Senin (26/11).
Fidri mengemukakan pencadangan pembiayaan hingga akhir tahun akan didorong menjadi 40%, dan ditambah lagi menjadi 60% tahun depan untuk memperkuat fundamental perseroan bila terjadi guncangan.
Dari sisi dana murah, perseroan menargetkan porsi 45% hingga akhir tahun ini. Target idealnya adalah 60%.
Adapun, porsi dana mahal atau deposito perseroan per September 2019 adalah 62,27%, turun dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu 69,46%.
Alhasil, tahun depan dana pihak ketiga atau DPK diproyeksi sekitar 20%-22% disokong oleh implentasi Qanun dan BRI-Link.
Sementara itu, dari sisi pembiayaan perseroan menargetkan pertumbuhan 15%-18% yoy. Angka itu cenderung lebih rendah mengingat realisasi pembiayaan per September naik 20,11% yoy menjadi Rp25,26 triliun. Pertumbuhan ini didorong oleh segmen ritel dan konsumsi yang naik 23,41% yoy.
Dengan demikian, meski masih akan lebih kecil dibandingkan dengan tahun lalu, laba sampai akhir tahun ini tetap positif antara Rp30 miliar-Rp50 miliar. (ed/AS/ibadah.com/bisnis.com)