Halal Institute: Pelaksanaan UU JPH Berhasil Kalau Tak Mendapatkan Penolakan Berlebihan dari UMKM
Ibadah.co.id –Pelaksanaan UU Jaminan Produk Halal tinggal menghitug hari. Namun dari sisi struktur dan infrastrukturnya belum lengkap. Saat ini Kementerian Agama (Kemenag) dan Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) sedang mempersiapkan seluruh peraturan yang diperlukan dalam rangka pelaksanaan tersebut, di antaranya termasuk tarif pengurusan sertifikat halal.
Sebagaimana diketahui UU JPH bersifat mandatory atau kewajiban yang berarti wajib bagi semua pelaku usaha yang beririsan dengan produk-produk halal, baik pelaku usaha besar, menengah, kecil dan mikro.
Wakil Ketua Halal Institute, SJ Arifin menyatakan bahwa salah satu kunci keberhasilan pelaksanaan UU JPH terletak pada pengaturan dan respons dari pelaku usaha mikro dan kecil.
“Ini bukan saja mengenai jumlah mereka yang sangat besar, tetapi pelaksanaan UU ini baru bisa dikatakan berhasil kalau tidak mendapatkan penolakan berlebihan dari pelaku usaha mikro dan kecil, mereka sesungguhnya representasi dari keseluruhan masyarakat,” kata Arifin dalam keterangannya, Jakarta, Senin (23/9/2019).
Pembiayaan sertifikat bagi pelaku usaha besar mungkin tidak terlalu menjadi masalah, tetapi bagaimana dengan pelaku UMKM yang jumlahnya sangat besar. Menurut data yang dirilis Kementerian Koperasi dan usaha kecil dan menengah, jumlah UMKM meliputi 99,9% dari total seluruh pelaku usaha di Indonesia.
Dalam Pasal 44 UU Nomor 33 tahun 2014 tentang JPH, diperkuat dengan Pasal 62 PP No 31 tahun 2019 tentang JPH diatur mengenai fasilitasi pembiayaan sertifikat halal untuk pelaku usaha mikro dan kecil. Fasilitasi tersebut dapat dilaksanakan oleh pihak lain seperti pemerintah, pemda, perusahaan, lembaga sosial, lembaga keagamaan, asosiasi atau komunitas.
Menurut Arifin, Kemenag dan BPJPH harus benar-benar fokus dan teliti menyusun tarif sertifikasi halal bagi kalangan UMKM. Biayanya harus terjangkau.
“UU dan PP kan menegaskan adanya fasilitasi pembiayaan sertifikat untuk UMK, saya kira sosialisasi ke para stakeholder seperti pemda, perusahaan, lembaga keagamaan dan asosiasi juga harus cepat agar mereka bisa segera menyiapkan diri,” jelasnya.
Pemerintah akan menerapkan kewajiban sertifikasi halal untuk seluruh produk pada 17 Oktober 2019. Arifin menyatakan bahwa BPJPH harus didorong untuk bekerja lebih cepat, salah satunya soal tarif yang tidak memberatkan pelaku UMKM.
“Saya mendengar mereka sedang bekerja keras untuk selesaikan semua persiapan, termasuk soal tarif. Kita tunggu sajalah, jangan membuat prasangka-prasangka yang memperkeruh suasana. Kan PP juga menjelaskan pelaksanaan ini akan bertahap, tidak sak deg sak enyet, kalau bahasa jawanya, tidak seketika. Yang terpenting tarifnya terjangkau untuk UMK dan ada persiapan fasilitasi bagi para fasilitator,” ungkap dia. (ed.AS/ibadah.co.id/DC)