MUI Khawatirkan Pemberlakuan Sertifikasi Halal itu Memberatkan Pelaku UMKM
Ibadah.co.id – Jakarta – Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengkhawatirkan kewajiban sertifikasi halal pada seluruh produk di tanah air memberatkan para pelaku Usaha Mikro, kecil, dan Menengah (UMKM) tanah air. Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) Kementerian Agama memastikan seluruh produk, termasuk hasil produksi UMKM wajib bersertifikat halal mulai 17 Oktober 2019.
“Ini jangan sampai penerapan ini kemudian mengganggu laju pertumbuhan UMKM, atau bahkan terjadinya banjir produk masuk UMKM dari luar. Itu yang harus kita antisipasi,” kata Ketua MUI Bidang Ekonomi, Lukmanul Hakim di Gran Sahid Hotel, Jakarta, Sabtu (21/9/2019).
Lukmanul menceritakan, proses penerbitan label halal dari MUI bagi sebuah produk selama ini bisa diproses kurang lebih selama 43 hari. Dengan adanya keputusan yang baru, maka akan ada prosedur tambahan yang harus diterima oleh para pelaku usaha dalam memenuhinya
“Jadi kebijakan penerapan itu harus ditilik juga, bukan hanya sekedar kesiapan, tapi impact dari penerapan itu apakah bisa meningkatkan laju pertumbuhan UMKM atau tidak,” jelas dia.
Lukmanul mengungkapkan, tambahan prosedur penerbitan label halal juga dari segi biaya akan ada tambahan yang harus ditanggung para pelaku UMKM. Selama ini, biaya di MUI menelan sebesar Rp 2,5 juta per satu perusahaan.
Menurut Lukmanul, biaya tersebut juga selama ini berat bagi pelaku UMKM. Tercatat, sudah ada sekitar 11.249 perusahaan per 2018 yang sudah menerima sertifikat halal dari MUI. Mayoritas yang memiliki label halal tersebut adalah para perusahaan besar.
Sedangkan pelaku UMKM, kata Lukmanul, ganya sekitar 20 persen. Oleh karenanya, adanya tambahan prosedur hingga biaya harus ditanggapi serius oleh Pemerintah. Sehingga, kewajiban mensertifikatkan produk tidak memberatkan UMKM.
Apalagi, UMKM merupakan tulang punggung perekonomian nasional. Di mana, 60 persen ekonomi nasional ditopang oleh pelaku UMKM.
“Makanya kita berharap pemerintah masuk terlibat di dalam sertifikasi halal UMKM itu karena kemudian ada yang bisa menyelesaikan masalah pembiayaan ini,” ungkap Lukmanul.
“Ketika isu halal diangkat, mereka akan mendapat kesulitan, kalau itu sifat mandatori maksud saya ya. Maka kemudian kita berharap pemerintah ikut campur. Dalam konteks apa ikut campur? Dalam konteks pembiayaan. Karena kalau tanpa pembiayaan dibantu, ya angka berapapun untuk UMKM mah berat,” sambungnya. (ed.AS/ibadah.co.id/DC)