Ibadah.co.id – Pandemi Covid-19 atau virus corona sangat merugikan kehidupan masnusia. Selain itu nilai-nilai agama termasuk yang peroleh ujian besar dari pandemi ini. Terlebih Agama Islam. Maka waspada Covid-19 adalah kewajiban setiap individu manusia.
Hal itu disampaikan Wakil Menteri Agama, Zainut Tauhid Sa’adi dalam diskusi Webinar Ramadhan bersamaIkatan Alumni Fakultas Adab dan Humaniora (IKAFAH) UIN Syarif Hidayatullah, Sabtu 16 Mei 2020.
“Agama seharusnya bisa tetap relevan dalam menghadapi segala tantangan dan ujian. Terutama bila dihadapkan dengan nilai-nilai yang mengancam kemanusiaan seperti Covid-19 ini,” tutur Zainut.
Zainut menuturkan, ribuan teks agama, sejarah, dan juga kesusastraan yang diwariskan para ulama Islam membuat dia meyakini bahwa Islam di masa kini pun dapat memberikan solusi dan sumbangan pemikiran untuk waspada Covid-19 beserta seluruh dampaknya.
Karena Islam hadir sebagai rahmat bagi semesta (rahmatan lil ‘alamin) Islam dan universalitas fikih Islam dapat memberikan kemaslahatan termasuk solusi untuk menangani pandemi Covid-19 ini.
Menurutnya, para ulama di hampir semua negara, terutama yang berpenduduk muslim, melakukan kajian ulang (I’adatu an-nadhar) terhadap pandangan keagamaannya agar relevan dengan kondisi pandemi yang ada. Karena pada dasarnya ajaran agama Islam diturunkan oleh Allah tidak untuk menyulitkan kehidupan.
Misalnya, dalam menjalankan ibadah ada yang bisa dilakukan dengan tata cara normal (‘azimah) yaitu ketika dilakukan di situasi normal. “Namun dalam kondisi tidak normal berupa ‘masyaqqah‘ ataupun ‘dharurah syar’iyyah‘ pelaksanaan ibadah bisa dilakukan penyesuaian-menyesuaian.
Masyaqqah ataupun dharurah syar’iyyah merupakan alasan adanya keringanan (rukhshah) dalam menjalankan ajaran agama. Sehingga hukum Islam mempunyai fleksibilitas dalam pelaksanaannya (murunatu al-fiqh al-islami) sesuai kondisi yang ada,” ujarnya.
Lebih lanjut Kiai Zainut menyatakan, fleksibilitas hukum Islam itu yang menjadi ruh fatwa para ulama di masa pandemi Covid-19 ini, dan pada dasarnya hal itu sejalan dengan tujuan utama diturunkannya syariah (maqashid as-syariah).
Menurut dia, kondisi pandemi yang terjadi saat ini menjadikan’hifdzu an-nafsi‘ atau menjaga keselamatan jiwa menjadi pertimbangan paling utama dalam penetapan fatwa dibanding ‘hifdzu ad-din, hifdzu al-mal, hifdzu al-‘aql‘ dan ‘hifdzu an-nas‘.
“Karena menjaga keselamatan jiwa belum ada alternatif penggantinya. Sedangkan ‘hifdzu ad-din‘ menjadi urutan berikutnya, karena ada alternatif penerapan keringanan (rukhshah). Inilah landasan dasar dari adanya Fiqih pandemi, sebagai panduan umat Islam dalam melaksanakan ibadah di tengah pandemi ini,” ungkapnya. (RB)