Take a fresh look at your lifestyle.

Pesantren: Tradisi Islam yang Dilestarikan

0 103

Ibadah.co.id – Mengingat kemajuan zaman di era globalisasi yang berkaitan erat dengan modernisasi, tidak asing di kalangan santri yang merupakan tututan zaman untuk mengubah perubahan tersebut. Perubahan itu dipakai oleh santri untuk menyatakan adanya suatu perubahan yang sangat besar yang telah berhasil membentuk kembali perkembangan sejarah peradaban dan kebudayaan umat manusia dalam kurun waktu yang berbeda.

Baca Juga: Pesantren Abad 18-19 dan Jaringannya dengan Haramian

Perubahan tersebut bukan hanya terjadi pada peradaban sejarah dan budaya, akan tetapi terjadi pada pengikisan moralitas atau akhlak. Lemahnya ahlak dan jati diri santri karena ahlak sendiri mengandung nilai yang terhormat, dan nilai tersebut yang mengandung makna popelar yang menyangkut jati diri seorang santri dalam kehidupan sehari-hari untuk lebih baik.

Oleh karena itu latihan dan penataan keseimbangan yang berupa watak atau karakter seseorang santri harus mengacu terhadap perbuatan positif, penataan moral, nilai dan kebiasaan. Proses itu diterima pertama kali yang berupa ahlak dalam lingkungan sosial kepesantrenan.

Sebab, pesantren adalah pendidikan yang utama dan pertama memberikan pengarahan atau motivasi terhadap santri yang asalnya tidak mengetahui tentang agama menjadi tahu dan mengerti. Hal itu karena pesantren merupakan pendidikan ke dua setelah pendidikan dari kedua orang tua.

Perubahan yang lainnya menyangkut tentang transformasi pendidikan pesantren. Seperti halnya dulu pedidikan pesantren berawal dari sebuah pengajian tentang agama di langgar dan masjid secara individual, seorang santri mendatangi guru yang membacakan beberapa baris al-Qur`an atau kitab-kitab bahasa arab yang diterjemahkan ke dalam bahasa daerah masing-masing di seluruh wilayah Indonesia.

Pada gilirannya, santri mengulangi dan menerjemahkan kata demi kata persis seperti yang dilakukan oleh gurunya. Sedang pada zaman saat ini, ketika  serba instan, pendidikan di langgar sudah jarang di lakukan. Mayoritas santri memilih pendidikan formal yang berdaya Sains, Sains dan IPTEK, di banding pendidikan di langgar yang mendalami kitab kuning saja.

Alasanya, ketika mengikuti pendidikan formal maka akan mendapatkan ijazah, dengan ijazah santri dapat bekerja semisal, jadi bupati, gubernur, dan aparat-aparat desa. Tanpa ijazah santri akan kesulitan untuk menjadi pemimpin tersebut.

Perubahan selanjutnya adalah peran seorang santri. Peran santri  yang paling pokok menyantrikan masyarakat dan menjadikan masyarakat santri. Hal itu sudah jarang santri memikul tugas tersabut. Kebanyakan setelah lulus di pesantren santri sudah melupakan almamater kesantriannya. Santri lebih memilih pendidikan Sains di banding pendidikan agama. Kalau kita analisa lagi, peran santri di masyarakat yaitu hubungan ideal antara murid dan guru, jihad, dan memecahkan konflik. Dari ketiga peran tersebut lebih di perinci lagi menjadi menyantrikan masysarakat dan menjadikan masyarakat santri.

Baca Juga: Menag Bangga Pada Santri Sebagai Agen Toleransi Antar Umat Beragama

Dari argumentasi di atas yang kita ketahui, merosotnya moral, pendidikan transformasi, dan perubahan sosial santri. Hal itu banyak di latar belakangi oleh peradaban budaya dan zaman yang berakibat pada perubahan struktur santri di pesantren maupun di luar pesantren.

Oleh karena itu di era globalisasi dan pesatnya pengaruh budaya santri membutuhkan bekal yang cukup besar dan mengaplikasikan kultur pesantren yang di rancang oleh para ulama dan orang terdahulu yang beralmamater seorang santri. Sepertinya halnya pa`opa` iling yang melambangkan metode pembelajaran di pesantren yang  turun menurun dari para ulama yang tetap dilestarikan di pesantren manapun. (HN/Kontributor)

Get real time updates directly on you device, subscribe now.

Leave A Reply

This website uses cookies to improve your experience. We'll assume you're ok with this, but you can opt-out if you wish. Accept Read More

Privacy & Cookies Policy