Take a fresh look at your lifestyle.

- Advertisement -

PP JPH Terbit, IHW: BPJPH Harus Mampu Memacu Tumbuhnya Industri Halal

0 15

Ibadah.co.id – Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 2019 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal telah di undangkan pada tanggal 3 Mei 2019 dan dimuat dalam Lembaran Negara Nomor 88 dan Tambahan Lembaran Negara Nomor 6344.

Terbitnya Peraturan Pemerintah (PP) harus kita apresiasi sebagai komitmen Pemerintahan Bapak Jokowi dalam rangka melaksanakan  Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal (UU JPH) artinya Pemerintah sudah sungguh-sungguh untuk menerapkan Sistem Jaminan Halal dibawah tata kelola Negara, yang semula berada di Majelis Ulama Indonesia (MUI).

Banyak pihak sangat berharap ada resonansi atau efek getar yang kuat atas hadirnya PP  tersebut., hambatan pertumbuhan industri halal yang selama ini di alamatkan karena belum terbitnya PP sekalipun kita ketahui UU JPH telah di undangkan pada tanggal 17 Oktober 2014,  kini sudah tidak beralasan lagi.

Dalam hal ini, Direktur Eksekutif Indonesia Halal Wach (IHW) Dr. H. Ikhsan Abdullah, S.H., M.H mempertanyakan dan berharap BPJPH semakin menguatkan dan professional dalam menjalankan amanat tersebut. BPJPH bisa menjadi lebih baik daripada LPPOM MUI yang selama ini telah menjalankan kewajiban terkait sertifikasi halal.

“Dalam mengimplementasikan UU JPH, BPJPH tak bisa sendirian. Perlu peran masyarakat dalam menjalankannya. Pelbagai lapisan masyarakat atau lembaga-lembaga terkait harus diajak ikut berperan. Karena tidak mungkin Pemerintah dapat melaksanakannya sendiri,” ujar Ikhsan sebagaimana rilis yang ibadah.co.id terima, (17/5).

Selain itu, lanjut Ikhsan, BPJPH bukanlah badan baru dalam urusan sertifikasi halal, karena sebelumnya sudah ada badan sertifikasi halal yaitu LPPOM MUI sejak 6 Januari 1984 sampai hari ini, tentu harus menjadi sistem yang berlanjut dan tidak discontinue dan segalanya mulai lagi dari titik nol.

Perjalanan waktu, kepercayaan, sistem dan profesionalitas serta pengalaman yg panjang dari LPPOM MUI harus menjadi pertimbangan daripada sekedar membangun baru semuanya.  Karena disamping memerlukan waktu, biaya dan sosialisasi yang sangat mahal,  ujungnya adalah mengorbankan kepentingan dunia usaha dan industri. Disinilah  perlunya kerjasama yang baik dan sinergi dengan semangat saling memperkuat antara BPJPH dan MUI dan tidak mengambil peran yang satu dari yang lain.

Di sisi lain, industri dan pelaku usaha juga perlu kepastian untuk berbagai hal. Pasal peralihan UU JPH yang di atur dalam Pasal 59 dan Pasal 60 yang di dijabarkan dalam PP No 31 tahun 2019 dalam Bab IX mengenai ketentuan peralihan dalam Pasal 81 dan Pasal 82, harus terjawab dengan kepastian waktu, sampai kapan masa peralihan ini (transisi dari LPPOM MUI ke BPJPH), kapan BPJPH yang telah dibentuk sejak tanggal 17 Oktober 2016 dapat berfungsi sebagai Badan Sertifikasi Halal sesuai perintah UU

Maka dengan itu, IHW mengusulkan kepada BPJPH dan MUI untuk segera melakukan pertemuan membahas hal-hal yang sangat penting terkait SDM, sertifikasi hal, dan umumnya bisnis industry halal. Pelbagai hal itu seperti:

  1. Kerjasama pelaksanaan Sistem Jaminan Produk Halal
  2. Sertifikasi Auditor Halal
  3. Sistem dan prosedur Penetapan Kehalalan produk
  4. Akreditasi Lembaga Pemeriksa Halal
  5. Kerjasama internasional dengan lembaga sertifikasi halal luar negeri
  6. Penetapan mengenai pentahapan produk obat-obatan dan kosmetika.

Kesiapan road map penyelenggaraan sistem jaminan halal yang akan dilakukan oleh BPJPH harus tersosialisasi kepada masyarakat dan dunia usaha, agar semua stakeholder dapat memahami dan menyesuaikan sehingga ada gambaran publik bagaimana dunia usaha dan industri dapat menyesuaikan penyelenggaraan sistem jaminan halal yang dikelola oleh BPJPH.

Hal ini menjadi penting agar tidak terjadi perubahan tata kelola sistem jaminan halal menjadi beban dan persoalan baru bagi dunia usaha.

Peran BPJPH Lebih Besar dari LPPOM MUI

Peran BPJPH pasca di terbitkannya PP harus menjadi badan sertifikasi yang tidak hanya menjalankan peran dan fungsi LPPOM MUI sebelumnya tetapi harus dapat memacu pertumbuhan industri halal. Produk halal yang dihasilkan oleh pelaku usaha kecil dan menengah (UKM) harus menjadi prioritas penanganannya agar mereka mendapatkan layanan sertifikasi halal dengan mudah dam murah,  dengan demikian pertumbuhan produk halal di Indonesia dapat segara terintegrasi antara produk halal yang dihasilkan oleh Pelaku Usaha Besar dan produk halal yang dihasilkan oleh Pelaku Usaha Kecil dan Menengah.

Ikhsan menegaskan bahwa sektor itulah yang akan mampu menjadi citra psoitif bagi isndutri halal. “(UMKM) diharapkan akan memacu pertumbuhan industri halal yang pada gilirannya dapat memenuhi kebutuhan domestic yang berpotensi untuk ekspor, sehingga konsumsi Indonesiai atas produk halal impor sebagaimana data dari Global Islamic Economy Indicator yang menyebutkan bahwa Indonesia harus mengeluarkan devisa USD 170 M pertahun tidak perlu lagi. Disinilah peran dari undang-undang sangat strategis dalam memacu pertumbuhan ekonomi nasional. Law as a tool of social engineering atau hukum sebagai alat kemajuan masyarakat terjadi sesuai dengan harapan undang-undang,” terangnya.

Itulah tanggapan IHW atas terbitnya Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 2019 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal. (ed.AS/ibadah.co.id)

Get real time updates directly on you device, subscribe now.

Leave A Reply

This website uses cookies to improve your experience. We'll assume you're ok with this, but you can opt-out if you wish. Accept Read More

Privacy & Cookies Policy