Ibadah.co.id –Kementerian Agama menggelar forum pertemuan pemimpin lembaga pendidikan tinggi pesantren atau Mudir Ma’had Aly. Pertemuan yang dihadiri 79 Mudir Ma’had Aly ini berlangsung di Surabaya, 25 – 27 Januari 2024.
Forum ini mendiskusikan kurikulum, digitalisasi, dan rencana pengaplikasian kitab kuning digital pada pendidikan tinggi pesantren.
Direktur Jenderal Pendidikan Islam, Muhammad Ali Ramdhani menyatakan bahwa lembaga pendidikan pesantren, termasuk Ma’had Aly, telah melahirkan ulama-ulama besar. Para alumni pesantren telah berkiprah di banyak sektor, baik formal maupun non formal. Namun, menurutnya masih ada beberapa PR yang harus diselesaikan berkaitan dengan lulusan lembaga pendidikan pesantren, yaitu rekognisi atau pengakuan.
“Atas dasar itu, Kemenag terus berupaya untuk mendorong rekognisi alumni pesantren. Salah satunya memberikan fasilitasi kepada para santri melalui Program Beasiswa Santri Berprestasi (PBSB),” ujarnya di Surabaya, Kamis (25/1/2024).
Saat ini, kata Kang Dhani, sapaan akrabnya, alumni Pendidikan Diniyah Formal (PDF), melalui skema PBSB bisa kuliah di perguruan tinggi, misalnya UI, UGM, dan lainnya. Mereka juga dapat mengambil jurusan seperti ilmu kedokteran, akuntansi, dan hubungan internasional.
Meski demikian, Kang Dhani menyadari bahwa PR rekognisi ini belum selesai. Ia mengaku pernah mendapat cerita dari alumni Marhalah Tsaniah Ma’had Aly (setara S2) yang terkendala ketika hendak melanjutkan S3.
“Ketika dia mau daftar S3 di kampus umum menggunakan ijazah Ma’had Aly, pihak kampus tidak tahu. Begitu ditanya akreditasi dan disodorkan hasil akreditasi Ma’had Aly yang hasilnya mumtaz alias unggul, mereka juga tidak tahu,” ujarnya.
Kang Dhani mengajak seluruh mudir untuk terus meningkatkan kualitas Ma’had Aly. Sebagai bagian dari subsistem pendidikan nasional, Kang Dhani berharap ke depan Ma’had Aly sudah siap diakreditasi oleh lembaga seperti Lamgama (Lembaga Akreditasi Mandiri Sains Alam dan Ilmu Formal).
“Akreditasi dari Majelis Masyayikh dengan hasil mumtaz (A), jayyid (B), dan maqbul (C) seperti yang selama ini dijalani harus dilanjutkan, tetapi sebagai pelengkap perlu ditambah dengan akreditasi dari lembaga semacam Lamsama,” lanjutnya.
Sehingga, imbuhnya, Ma’had Aly yang memperoleh akreditasi mumtaz dari Majelis Masyayikh juga mendapatkan predikat unggul dari Lembaga Akreditasi Mandiri. Hal ini merupakan salah satu bentuk adaptasi Ma’had Aly.
Guru Besar UIN Sunan Gunung Djati Bandung itu optimistis kalau Ma’had Aly mampu melakukannya. Sebab, ciri khas pesantren adalah kemampuannya di dalam beradaptasi dengan perkembangan zaman, termasuk dengan peraturan perundang-undangan.
“Saya yakin Ma’had Aly akan menapaki kejayaannya ketika ia mampu beradaptasi dengan dinamika peraturan perundang-undangan yang ada,” pungkasnya.
Plt. Direktur Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren, Waryono menyatakan pentingnya pertemuan para Mudir Ma’had Aly. “Forum Mudir Ma’had Aly ini merupakan jembatan untuk bagaimana komunikasi dengan para pihak, terutama dengan Kemenag,” tutur Waryono.
Sejumlah narasumber dihadirkan dalam pertemuan ini. Di antaranya KH. Afifudin Muhadjir (pengasuh PP. Salafiyah Syafi’iah Sukorejo), Prof. Nur Syam (Guru Besar UIN Surabaya), dan Prof. Abd. A’la Basyir (Anggota Majelis Masyayikh). “Semoga kehadiran para narasumber yang luar biasa ini semakin menambah semangat kita semua untuk terus meningkatkan kualitas Ma’had Aly,” harapnya.
Sumber : Kemenag