Ibadah.co.id – Keberadaan ekonomi syariah di Indonesia diharap tidak fokus pada sektor keuangan saja. Ekonomi syariah harusnya bisa menumbuhkan sektor riil dan memperlebar kesempatan perdagangan Indonesia.
Pendapat ini disampaikan oleh Ketua Komisi Dakwah Majelis Ulama Indonesia (MUI) Cholil Nafis saat mengisi acara Indonesia Sharia Economi Festival 2019 di JCC Senayan, Sabtu (16/11). Ia menyebut jika ekonomi syariah hanya fokus pada keuangan, maka terkesan mementingkan murabahah atau perjanjian jual-beli antara bank dengan nasabah.
“Potensi sektor riil dan produksi dalam ekonomi syariah menuntut jaminan dalam produk-produk halal. Ekonomi syariah di Indonesia enggak bisa maju-maju kalau hanya fokus di (sektor) keuangan saja,” katanya.
Saat ini, 90 persen dari sektor ekonomi syariah masih menggunakan sistem murabahah yang nilai keuntungannya dianggap lebih pasti dan lebih prospektif. Dalam perspektif Islam, ekonomi syariah tidak dimaknai terbatas mengenai satu sektor saja. Secara kaffah, sistem ini harus menyentuh seluruh aspek dan harus bergerak progresif.
Cholil Nafis menyebut ekosistem keuangan syariah di Indonesia makin kuat dengan diluncurkannya Masterplan Ekonomi Syariah Indonesia (MEKSI) 2019-2024. Masterplan ini diluncurkan oleh Presiden Joko Widodo pada 14 Mei lalu.
“Rencana ini merekomendasikan empat langkah strategis dalam pengembangan ekonomi syariah. Di antaranya penguatan rantai nilai halal, penguatan keuangan syariah, penguatan Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM), dan penguatan ekonomi digital,” ujarnya.
Berdasarkan catatan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), total aset perbankan syariah tercatat sebesar Rp 499,3 triliun atau 5,95 persen dari total pangsa pasar keuangan syariah. Total zakat yang terhimpun pada 2018 berjumlah Rp 8,1 triliun atau setara 559 juta dolar AS, sedangkan potensi zakat berdasarkan catatan Baznas diperkirakan mencapai 16 miliar dolar AS. (RB)