Ibadah.co.id-Setiap negara di dunia mempunyai dasar, lambang, bendera dan aturan masing-masing. Bendera merupakan salah satu bagian yang tidak terpisahkan dari sebuah negara termasuk Indonesia.
Kain berbentuk persegi empat berwarna merah di bagian atas, dan putih di bagian bawah yang dijahit oleh Ibu Sayuti Melik saat Bapak proklamator akan mengumumkan proklamasi kemerdekaan Indonesia, merupakan suatu hal yang berharga dan tidak ternilai harganya. Bahkan bagi yang menistakan ada hukuman yang sangat berat.
Sudah menjadi kewajiban Kita sebagai warga negara untuk menghormati sang merah putih yang menjadi lambang kebesaran di suatu negara.
Lantas, bagaimana hukum menghormati bendera? Apakah bisa dikategorikan syirik?
Hormat kepada sang merah putih sering kita lakukan saat pelaksanaan upacara di setiap hari Senin atau bahkan setiap merayakan kemerdekaan Indonesia tepatnya di setiap tanggal 17 Agustus.
Menurut pendapat KH. Abdul Hamid Pasuruan hukum menghormat pada bendera diperbolehkan. Karena hal tersebut merupakan salah satu bentuk kecintaan pada suatu Negara. Hormat bendera tidak bisa dipahami sebagai bentuk penghormatan kepada fisiknya semata. Saat kita menghormat, dan mengheningkan cipta di saat itu pula kita juga menghormati para pejuang, para Ulama’ yang mengorbankan nyawanya demi megara.
Rosulullah Saw pun mengajarkan kepada umat Islam untuk mencintai Negara. “Khubbul Wathan minal iman”, cinta Negara adalah sebagian dari iman.
Hanya saja ekspresi kecintaan kita sebagai bangsa yang bisa menikmati kemerdekaan tanpa berjuang dengah fisik yang bersimbahan darah, ditunjukkan dengan hormat bendera.
Dikutip di laman Ulama & Kiai Nusantara, Jumat (29/05), Kiai Hamid juga memperkuat argumentasinya dengan sebuah syair arab kuno yang sangat melegenda.
“Kususuri rumah Laila, kuciumi tembok ini dan tembok ini.”
“Bukan suka kepada rumah yang menyenangkan hatiku, namun kecintaan kepada penghuninya (yang membuat hatiku meluap-luapkan cinta). (HN/Kontributor)