4 Alasan Kenapa Madinah Menjadi Tempat Hirah Rasulullah
Ibadah.co.id –Segala tindakan pasti berdasarkan alasan yang kuat, apalagi yang bertindak itu orang-orang penting dalam sebuah masyarakat. Pun dengan yang dilakukan Rasulullah ketika hijrah dari Mekkah ke Madinah pada 1 Rabiul Awal SH 1 atau bertepatan 21 Juni 622.
Dalam sebuah hadis riwayat Bukhari, Rasulullah bercerita bahwa suatu ketika dirinya pernah bermimpi berhijrah dari Makkah ke ke suatu kota yang memiliki banyak pohon kurma. Pada saat itu, Rasulullah mengira bahwa kota tersebut adalah Yamamah atau Hajar. Namun dugaan Rasulullah meleset, ternyata tempat yang dipilih untuk tempat hijrah adalah Madinah Yatsrib.
Lalu apa sebetulnya yang menyebabkan Madinah dipilih sebagai tempat untuk berhijrah Rasulullah dan umat Islam secara keseluruhan? Perintah Allah sudah pasti menjadi alasan utama. Rasulullah tidak akan berhijrah kecuali atas perintah Allah. Bahkan Allah melalui malaikat Jibril juga sudah menentukan waktu Rasulullah berhijrah ke Madinah, yaitu tengah malam. Di saat para elit kaum kafir Quraisy yang mengepung rumah Rasulullah untuk menghabisinya lengah.
Dipilihnya Madinah sebagai tempat berhijrah juga tidak lepas dari beberapa penduduk Madinah yang sudah berbaiat kepada Rasulullah, dalam Baiat Aqabah pertama dan kedua. Tentu itu menjadi modal bagus bagi Rasulullah dan umat Islam. Namun selain dua hal itu, mungkin saja ada hal-hal lainnya yang menyebabkan mengapa Madinah yang dipilih sebagai tempat berhijrah. Mengapa tidak kota-kota lainnya? Mengapa Madinah?
Dalam buku Membaca Sirah Nabi Muhammad dalam Sorotan Al-Qur’an dan Hadits-hadits Shahih (M Quraish Shihab, 2018), disebutkan bahwa dipilihnya Madinah sebagai tempat hijrah karena kota tersebut memiliki beberapa keistimewaan dibandingkan dengan kota lainnya. Pertama, penduduknya memiliki sikap ramah. Suku Aus dan Khazraj yang mukim di Madinah sebetulnya berasal dari Yaman. Sementara orang-orang Yaman dikenal sebagai orang yang memiliki budi yang halus dan perasaan yang lembut.
“Penduduk Yaman datang kepadamu. Mereka itu lembut hati dan halus perasaan,” kata Rasulullah ketika rombongan dari Yaman mengunjunginya usai Perang Khaibar.
Kedua, penduduk Madinah memiliki pengalaman berperang. Suku Aus dan suku Khazraj, ditambah komunitas Yahudi Madinah, ‘tidak pernah akur’. Dalam sejarahnya, mereka kerap kali melancarkan peperangan antara satu suku dengan yang lainnya. Peperangannya tidak hanya setahun dua tahun, tapi berlangsung secara bertahun-tahun. Tercatat ada sekitar 10 kali peperangan yang dilalui suku-suku di Madinah. Perang Samir menjadi awal, sementara Perang Bu’ats menjadi perang terakhir.
Perang Bu’ats merupakan perang terbesar dan terjadi lima tahun sebelum Rasulullah berhijrah. Ketika Rasulullah dan Islam datang, masyarakat Madinah menjadi bersatu dan tidak perang saudara lagi. Perlu diketahui, pengalaman berperang ini menjadi sesuatu yang penting untuk menjaga ajaran agama Islam.
Ketiga, Rasulullah memiliki hubungan darah dengan penduduk Madinah. Pada saat kecil, Rasulullah pernah diajak ibundanya Sayyidah Aminah untuk berkunjung ke Madinah. Pada kesempatan itu, Sayyidah Aminah mengajak Rasulullah untuk berziarah ke makam Sayyidina Abdullah, suaminya dan ayahanda Rasulullah. Di samping itu, Sayyidah Aminah juga mengajak Rasulullah berkunjung ke sanak saudaranya di Madinah, Bani Najjar.
Keempat, letak Madinah yang strategis. Madinah memiliki letak geografis yang strategis. Bagaimana tidak, di sebelah timur dan barat Madinah merupakan sebuah wilayah yang terjal. Terdiri dari dataran tinggi, dataran rendah yang penuh dengan bebatuan yang keras sehingga menyulitkan siapapun –terutama musuh- untuk memasuki kota Madinah.
Hanya dari sisi utara Madinah yang menjadi wilayah terbuka. Maka tidak heran ketika terjadi Perang Khandaq, Salman al-Farisi mengusulkan kepada Rasulullah agar umat Islam membuat parit di sepanjang wilayah utara Madinah. Tujuannya adalah untuk menghalangi musuh masuk ke kota Madinah.
Merujuk buku Madinah: Kota Suci, Piagam Madinah, dan Teladan Nabi Muhammad Saw. (Zuhairi Misrawi, 2009), Madinah merupakan sebuah kota yang dibentuk atau dibangun oleh orang-orang yang melarikan diri (eksodus) dari tempat asalnya, entah disebabkan konflik atau pun ekonomi.
Madinah atau Yatsrib memiliki sejarah yang panjang. Konon, awal mula orang-orang datang ke wilayah Madinah adalah pengikut Nabi Nuh as. yang selamat dari bencana banjir yang maha dahsyat. Setelah satu tahun 10 hari berada di atas kapal Nabi Nuh as dan banjir surut, mereka yang selamat ada yang bepergian ke wilayah Madinah. Diantara dari mereka adalah Yatsrib bin Qaniyah bin Mahlail bin Iram bin Abil bin Iwadh bin Iram bin Sam bin Nuh as. Diperkirakan kejadian itu terjadi pada tahun 2600 SM.
Maka akhirnya tempat tersebut dikenal sebagai kota Yatsrib, dan kemudian Rasulullah mengganti nama kota Yatsrib menjadi Madinah ketika beliau hijrah ke kota tersebut. Rasulullah tinggal di Madinah selama 10 tahun. Sama seperti Makkah, Madinah juga kota yang istimewa bagi Rasulullah secara personal. Dalam sebuah kesempatan Rasulullah pernah berdoa: Ya Allah anugerahilah pahala yang berlipat ganda di Madinah, sebagaimana Engkau telah memberikan berkah di Makkah. (ed.AT/A Muchlishon Rochmat).