Ibadah.co.id – Keputusan Perdana Menteri India, Narendra Modi untuk me-lockdown India pada 24 Maret 2020 lalu memantik kepanikan hingga berujung kekacauan. Langkah lockdown dilakukan untuk mencegah penularan masif virus Corona (COVID-19) dengan melarang orang-orang keluar rumah. Sayangnya, belum genap seminggu kebijakan tersebut diambil, kekacauan malah terjadi.
Pabrik-pabrik industri dan semua bisnis yang tidak penting ditutup. Hampir semua pertemuan publik dilarang dan transportasi umum dibatasi.
Sesaat setelah diumumkan, kepanikan melanda warga. Warga di Delhi dan Mumbai berbondong-bondong memborong kebutuhan pokok. Warga memadati toko-toko dan apotek. Alhasil antrean panjang pun terjadi.
Rak-rak di pertokoan mulai kosong. Warga yang cemas melucuti barang-barang di toko karena khawatir kehabisan persediaan makanan. Para pedagang pun mulai kesulitan mendapatkan produk untuk dijual.
“Semakin sulit untuk mendapatkan produk,” kata penjual sayuran Mumbai Rafiq Ansari, 35, dilansir dari AFP, Minggu (29/3/2020).
“Kita akan menghadapi kekurangan besar di hari-hari mendatang. Dan pada saat yang sama harga juga naik, harga tomat naik lebih dari dua kali lipat,” katanya.
Panik lockdown
Tak hanya memicu kepanikan, jutaan orang bahkan kehilangan pekerjaan dan tanpa uang akibat kebijakan lockdown itu. Hal itu memicu eksodus dari kota besar seperti Delhi, di mana ribuan pekerja migran berangkat dalam perjalanan panjang kembali ke desa asal mereka setelah transportasi dihentikan.
Tak sedikit dari mereka terpaksa memilih berjalan kaki. Seorang pekerja bahkan dilaporkan meninggal pada Sabtu (28/3) kemarin, setelah berusaha berjalan sejauh 270 mil (270 km) untuk kembali ke rumahnya
Lockdown bahkan berimbas ke rumah sakit di India. Sejumlah rumah sakit mengaku stok masker N-95 dan Alat Pelindung Diri (APD) mulai langka.
Kritik pun muncul akibat kebijakan lockdown total yang diumumkan hanya 4 jam sebelumnya. Pemerintah India dinilai melakukan lockdown tanpa perencanaan sehingga menimbulkan kepanikan dan kelaparan.
Kendati demikian, pemerintah India melalui Kementerian Informasi dan Penyiaran India membalas kritik tersebut dengan mengatakan bahwa pemerintah telah menerapkan “sistem respons komprehensif” di perbatasannya.
Pemerintah India akan memberikan makanan gratis dan uang tunai kepada warga. Beberapa pemerintah negara bagian juga telah menjanjikan pemberian uang tunai kepada pekerja migran, meski ada kekhawatiran tentang logistik pengiriman bantuan.
Kementerian Informasi dan Penyiaran India menjelaskan langkah itu dilakukan sebelum Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan virus Corona sebagai darurat kesehatan masyarakat yang menjadi perhatian internasional pada 30 Januari. India sendiri saat ini dilaporkan memiliki sekitar 1.000 kasus positif COVID-19 dengan 25 kematian.
PM Modi juga telah angkat bicara perihal kekacauan yang timbul akibat kebijakannya. PM Modi mengatakan tak ada cara lain untuk menyetop penyebaran virus Corona.
“Terutama ketika saya melihat saudara-saudari saya yang malang, saya pasti merasa bahwa mereka pasti berpikir, perdana menteri seperti apa yang telah menempatkan kami dalam kesulitan ini?” katanya.
“Saya terutama mencari pengampunan mereka,” imbuh PM Modi.
“Mungkin banyak yang akan marah kepada saya karena dikurung di rumah mereka. Aku mengerti masalahmu tetapi tidak ada cara lain untuk berperang melawan virus corona. Itu adalah pertempuran hidup dan mati dan kita harus memenangkannya,” lanjutnya lagi seperti dilansir dari BBC. (RB)