Ibadah.co.id-Pemerintah Yordania Abdullah memperingatkan rencana Israel mencaplok wilayah Tepi Barat pada Juli akan mengancam stabilitas di Timur Tengah. “Dalam video konferensi dengan para pemimpin dan komite Kongres AS, Abdullah memperingatkan langkah sepihak Israel untuk mencaplok lahan di Tepi Barat tak dapat diterima dan merusak prospek mencapai perdamaian dan stabilitas di kawasan,” papar pernyataan istana kerajaan Yordania, dilansir Reuters.
Perdana Menteri (PM) Israel Benjamin Netanyahu berjanji memperluas kedaulatan ke sejumlah pemukiman Yahudi dan Lembah Jordan di Tepi Barat, wilayah yang dikuasai Israel dari Yordania pada perang Timur Tengah 1967 dan diinginkan Palestina untuk negara masa depan.
Pemerintahan baru Netanyahu akan membahas de facto aneksasi itu pada 1 Juli tapi belum jelas apakah AS akan memberi lampu hijau pada langkah tersebut. Yordania yang memiliki perbatasan terpanjang dengan Israel itu merupakan aliansi dekat Barat dan satu dari hanya dua negara Arab yang menandatangani traktat damai dengan Israel.
Abdullah yang sangat gusar dengan rencana pencaplokan itu menjelaskan pada para anggota parlemen AS bahwa perdamaian hanya dapat terwujud dengan pembentukan negara Palestina yang merdeka, berdaulat dengan Yerusalem Timur sebagai ibu kotanya. Menurut dia, Israel harus mundur dari wilayah yang dikuasai selama perang Arab-Israel 1967.
Para pejabat khawatir aneksasi akan mengubur prospek negara Palestina dan merugikan Yordania, negara yang menampung banyak keturunan pengungsi Palestina yang lari dari tanahnya di Palestina setelah pembentukan Israel pada 1948. Menteri Luar Negeri Yordania Ayman Safadi menyatakan pekan lalu, langkah Israel akan memiliki konsekuensi bencana dan tidak akan berhasil tanpa respon Yordania.
Beberapa politisi Yordania menyerukan pembekuan traktat damai dan membatalkan kesepakatan bernilai miliaran dolar untuk menyuplai Yordania dengan gas dari Israel. Sejumlah negara Eropa dan Arab, serta Perserikatan Bangsa-Bangsa mendesak Israel tidak mencaplok pemukiman Yahudi karena banyak negara menganggapnya ilegal. (RB)