Take a fresh look at your lifestyle.

- Advertisement -

Wamenag Harap Jangan Jadikan Agama Lelucon Politik

0 89

 Jakarta, Ibadah.co.id –Wakil Menteri Agama (Wamenag) Saiful Rahmat Dasuki berpesan agar isu agama tidak dijadikan lelucon politik. Hal itu disampaikannya dalam kegiatan Serap Aspirasi Lembaga Keagamaan dalam Memperteguh Peran Strategis Kelompok Kerja Majelis Taklim (Pokja MT) dan Ikatan Penyuluh Agama Republik Indonesia (IPARI) di Jakarta, Jumat (29/12/2023).

“Hari ini kita selesaikan lelucon politik terkait isu agama. Agama tidak boleh jadi lelucon politik,” ucapnya.

Wamenag menyebut, Indonesia sebagai bangsa majemuk dihadapkan pada sejumlah tantangan di tahun politik, terutama terkait kehidupan beragama. Menurutnya, isu agama tidak perlu dikaitkan dengan pilihan politik. Lebih dari itu, Wamenag berpesan untuk mengedepankan persaudaraan.

“Karenanya, menjadikan agama sebagai lelucon politik itu menandakan matinya hati nurani,” ungkapnya.

Selain itu, Wamenag juga mendorong majelis taklim dan penyuluh agama untuk menebarkan pesan-pesan moderasi di tengah masyarakat. Majelis taklim dan penyuluh agama dinilai memiliki peran sentral untuk memberi pencerahan di tahun politik.

“Kementerian Agama menjadikan kehidupan moderat bagian dari program prioritasnya yang disebut sebagai Moderasi Beragama yang berkontribusi terhadap kehidupan berbangsa dan bernegara. Penyuluh agama dan majelis taklim perlu menjadi duta Moderasi Beragama,” ulasnya.

Moderasi Beragama: Kearifan Lokal dan Tantangan Toleransi

Wamenag menjelaskan, Moderasi Beragama merupakan ajaran turun-temurun yang diwariskan para leluhur bangsa. Di kawasan Betawi, Moderasi Beragama menjadi bagian tak terpisahkan dari kearifan lokal.

“Moderasi Beragama hakikatnya merupakan warisan leluhur kita. Di Betawi, contohnya, sudah mengajarkan Moderasi Beragama,” ujar Wamenag.

Ia mencontohkan, penggunaan kata ‘sembahyang’ merupakan sebutan untuk salat yang menunjukkan penghormatan terhadap kearifan lokal, walaupun memiliki makna yang berbeda bagi pemeluk agama di luar Islam.

“Saya lahir di Mampang, Jakarta Selatan. Orang tua saya tidak pernah menyuruh salat, karena orang Betawi tidak menggunakan kata salat, tapi menggunakan kata sembahyang,” tuturnya.

Untuk itu, Wamenag berharap, peran penyuluh agama dapat mendeteksi dan mengatasi ancaman yang dapat merusak nilai-nilai toleransi di masyarakat.

“Melalui semangat Pancasila, Indonesia tetap tegak sebagai negara yang berkomitmen pada nilai-nilai keberagaman dan toleransi. Harapannya, dengan kesadaran dan kerja sama semua pihak, Indonesia akan tetap menjadi negeri yang damai menuju visi Indonesia Emas 2045,” tandasnya.

Sumber : Bimas

Get real time updates directly on you device, subscribe now.

Leave A Reply

This website uses cookies to improve your experience. We'll assume you're ok with this, but you can opt-out if you wish. Accept Read More

Privacy & Cookies Policy