Take a fresh look at your lifestyle.

Rekomendasikan Presiden Kemabali Dipilih MPR, PBNU Dianggap Aneh

0 87

Ibadah.co.id –PBNU merekomendasikan agar presiden kembali dipilih MPR. Tidak lagi dipilih langsung rakyat seperti yang terjadi pasca reformasi. Usulan PBNU ini langsung jadi pembicaraan hangat di dunia maya juga dunia nyata. Banyak pihak yang menyayangkan. Kok PBNU nyeleneh ya?

Usulan itu disampaikan Ketum PBNU, KH Said Aqil Siradj, saat menerima kunjungan Pimpinan MPR, di Gedung PBNU, Jalan Kramat Raya, Jakarta Pusat, kemarin. MPR memang sedang melakukan safari politik dalam rangka menjaring aspirasi untuk amendemen UUD 1945.

Kunjungan MPR ini dipimpin langsung Ketua MPR, Bambang Soesatyo alias Bamsoet. Wakil-wakil Ketua MPR yang turut dalam kunjungan ini adalah Ahmad Basarah, Hidayat Nur Wahid, Jazilul Fawaid, dan Fadel Muhammad.

Pertemuan yang berlangsung sekitar 1 jam itu menghasilkan, ujar Bamsoet, bahwa PBNU mengusulkan agar presiden kembali dipilih MPR. Terhadap usulan ini, MPR akan menampung. MPR memiliki banyak waktu untuk mengkaji dan mendalami berbagai masukan soal amandemen UUD 1945, juga termasuk mekanisme pemilihan presiden.

“Intinya PBNU merasa pemilihan presiden dan wapres lebih bermanfaat, lebih baik, lebih tinggi kemaslahatannya, lebih baik dikembalikan ke MPR ketimbang langsung. Karena (Pilpres langsung) lebih banyak mudaratnya,” ucap Bamsoet kepada wartawan. Setelah itu, dia bergegas pergi.

Saat dikonfirmasi, Said Aqil membenarkan. Dia bilang, dalam pertemuan tersebut, PBNU memang mengusulkan agar pemilihan presiden tidak lagi dilakukan lewat pemilu langsung, melainkan dipilih MPR.

Kiai Said beralasan, ide presiden kembali dipilih MPR itu berawal dari para kiai senior NU dalam Munas Alim Ulama Cirebon, tahun 2012. Ia menyatakan, para kiai senior NU menilai pemilihan presiden secara langsung menimbulkan ongkos politik dan ongkos sosial yang tinggi.

“Pilpres langsung itu high cost, terutama cost sosial. Kemarin baru saja betapa keadaan kita mendidih, panas, sangat mengkhawatirkan. Ya untung enggak ada apa-apa. Tapi apakah selama lima tahun harus kaya gitu?” katanya.

Dia mengatakan, usulan itu merupakan suara dari para kiai pesantren demi persatuan bangsa. “Tidak ada kepentingan politik praksis. Tidak,” tegasnya.

Karena alasan inilah, PBNU mendorong adanya pemilihan presiden tidak langsung lewat amendemen UUD 1945. “Demokrasi itu merupakan wasilah untuk menuju keadilan, kesejahteraan rakyat, demokrasi itu alat, media mewujudkan kesejahteraan rakyat. Kalau demokrasi menunjukkan kemudaratan, belum tentu demokrasi liberal itu akan memberi manfaat,” ungkapnya.

Tanggapan, Pro-Kontra Terhadap Usulan Tersebut

Usulan itu mendapat tanggapan beragam dari para elite politik hingga rakyat biasa. Ketua DPP Demokrat, Jansen Sitindaon, dengan tegas menolak usulan tersebut. Dia bilang, memilih presiden adalah hak rakyat. Jika pemilihan dila kukan MPR, yang menentukan hanya para ketua umum partai di parlemen. “Hak rakyat untuk memilih langsung pemimpinnya. Ini tidak boleh dicabut dan dibatalkan. Masa kita mau mundur ke belakang lagi,” kata Jansen, di Gedung DPR, Jakarta, kemarin.

Jagat Twitter ikutan heboh mendengar usulan tersebut. Sebagian tak percaya usulan itu datang dari PBNU. Pemilik akun @fullmoonfolks menilai pihak yang mengeluarkan wacana itu adalah pengkhianat reformasi dan demokrasi. “Tandai,” ucapnya.

Pengamat politik Yuniarto Wijaya ikutan heran dengan ide tersebut. “Semoga para senior di PBNU gak lupa tentang sejarah kejatuhan Gus Dur yang disebabkan oleh sistem pemilu seperti apa,” ujarnya di akun @yunartowijaya.

Politisi Demokrat, Rachland Nashidik, juga tak percaya kenapa PBNU jadi begini. Kata Dia, Gus Dur memang produk MPR. Saat itu reformasi baru berhasil mengganti orang. Tapi Gus Dur terlibat dalam seluruh upaya membangun tata politik demokratik setelahnya. “Saya tak percaya almarhum setuju Presiden kembali dipilih MPR,” ungkap @RachlanNashidik.

Namun, ada juga yang setuju. Seperti akun @Awang_Azhari. Kata dia, kiai biasanya melihat sesuatu dari sudut pandang yang sangat luas untuk perbaikan ke depan. Jadi mungkin saja kiai melihat akan ada perpecahan besar dengan sistem pemilu seperti sekarang. “Apa yang dipikirkan kiai bukan cuma tentang hari ini, tapi akan dilihat di hari yang akan datang,” ungkapnya.

Wakil Ketua MPR, Arsul Sani, meminta semua pihak tidak terburu-buru menyikapi usulan dari PBNU itu. Fraksi yang ada di MPR sebaiknya mendengar lebih dulu baru menentukan sikap.

Sejauh ini, kata dia, belum membahas soal perubahan sistem pemilihan presiden. MPR masih dalam posisi mendengarkan dan melihat respon publik atas wacana tersebut. “Kalau ada aspirasi apalagi dari organisasi besar seperti NU ya biar ini ada di ruang publik dan kemudian mendapatkan respons dari berbagai elemen publik lainnya ya nanti kita lihat. Kita tunggu seperti apa,” kata politisi PPP. [ed.AT/ibadah.co.id/RM]

Get real time updates directly on you device, subscribe now.

Leave A Reply

This website uses cookies to improve your experience. We'll assume you're ok with this, but you can opt-out if you wish. Accept Read More

Privacy & Cookies Policy