Ibadah.co.id – Pasar Modal Indonesia memiliki sejumlah saham syariah yang tergabung dalam Daftar Efek Syariah (DES). Saham-saham syariah tersebut dinilai sudah ‘merdeka’ alias tidak punya utang berbasis bunga sama sekali ke perbankan atau hanya utang dari beban obligasi.
Berdasarkan data yang dirangkum Syariah Saham, mengacu screening terhadap 426 emiten yang dinyatakan sebagai saham syariah per Agustus 2021, terungkap beberapa saham yang “merdeka” atau tidak punya utang sama sekali terkait bunga ke bank.
Meski demikian, masih ada utang berbasis bunga lainnya yang biasanya bersumber dari liabilitas sewa atau obligasi (surat utang).
Di antara saham-saham syariah likuid yang “merdeka” dari utang bank antara lain:
- BRIS (Bank Syariah Indonesia Tbk.)
- INCO (Vale Indonesia Tbk.)
- BANK (Bank Aladin Syariah Tbk.)
- INTP (Indocement Tunggal Prakarsa Tbk.)
- MIKA (Mitra Keluarga Karyasehat Tbk.)
- SIDO (Industri Jamu dan Farmasi Sido Muncul Tbk.)
- ACES (Ace Hardware Indonesia Tbk.)
- BTPS (Bank BTPN Syariah Tbk.)
- DMAS (Puradelta Lestari Tbk.)
- LSIP (PP London Sumatra Indonesia Tbk.)
Pengamat pasar modal syariah, Asep Muhammad Saepul Islam atau dikenal di kalangan pasar saham syariah sebagai Mang Amsi, founder Syariah Saham, mengatakan selama ini masih banyak masyarakat yang meragukan tentang porsi utang berbasis bunga dan pendapatan non-halal di emiten-emiten syariah di Bursa Efek Indonesia (BEI).
“Hal inilah yang mendorong kami menyaring lebih selektif saham-saham yang sudah masuk Daftar Efek Syariah (DES) berdasarkan utang berbasis bunga dan juga pendapatan non-halal,” kata Mang Amsi kepada CNBC Indonesia, Rabu (18/8).
Sekjen Masyarakat Ekonomi syariah (MES) Cianjur Jawa Barat ini pun menegaskan, saham syariah memang semakin membuat penasaran khalayak.
Belum lama ini jumlah investor saham syariah berhasil menembus angka psikologis 100.000 untuk pertama kalinya dalam satu dekade terakhir.
Dia menjelaskan, tahun 2011 adalah tonggak kebangkitan pasar modal syariah dengan terbitnya fatwa DSN-MUI No 80 tentang Penerapan Prinsip Syariah dalam Mekanisme Perdagangan Efek Bersifat Ekuitas di Pasar Reguler Bursa Efek, diluncurkannya Indeks Saham Syariah Indonesia (ISSI), dan mulai dikenalkannya Sistem Online Trading Syariah (SOTS) yang dipelopori oleh PT Indo Premier Sekuritas dengan platform IPOT Syariah.
Namun, tegasnya, salah satu pertanyaan yang sering muncul di kalangan investor syariah pemula adalah mengenai kriteria saham syariah.
Hal ini dijawab dengan rinci dengan terbitnya fatwa DSN-MUI Nomor 135 tahun 2020 tentang Saham.
Pada ketentuan kelima fatwa tersebut dinyatakan bahwa pada prinsipnya jual beli saham suatu perusahaan wajib terbebas dari unsur riba dan unsur-unsur haram lainnya, antara lain utang berbasis riba dan/atau pendapatan yang haram.
Lebih lanjut fatwa tersebut menyatakan jika prinsip pada poin di atas tidak dapat diwujudkan, dengan pertimbangan kaidah umum al-balwa dan kaidah al-katsrah wa al-qillah wa al-ghalabah, maka boleh melakukan transaksi jual-beli saham perusahaan dimaksud dengan syarat-syarat tertentu.
Adapun syaratnya yakni, pertama, kegiatan usaha perusahaan tidak bertentangan dengan prinsip syariah.
Kedua, total utang yang berbasis bunga dibandingkan dengan total aset tidak lebih dan 45%.
Ketiga, total pendapatan tidak halal dibandingkan dengan total pendapatan usaha dan pendapatan lain-lain tidak lebih dari 10%.
“Terakhir, pemegang saham yang menerapkan prinsip syariah harus memiliki mekanisme pembersihan kekayaan dari unsur-unsur yang tidak sesuai dengan prinsip syariah,” kata penulis buku Saham Syariah Kelas Pemula terbitan tahun 2020 ini. (MAN)
Baca juga : Ini Daftar Asmaul Husna Beserta Terjemahan Bahasa Indonesia!