Take a fresh look at your lifestyle.

KH Asnawi, Jawara Banten Pejuang Kemerdekaan

0 334
Ibadah.co.id-Kiai Asnawi caringin bernama lengkap Tubagus Muhammad Asnawi. Dilahirkan pada 1850 di kampung Caringin, Banten dari pasangan Syekh Abdurrrahman bin Syekh Afiffuddin dan ratu Syabi’ah (Rabiah) bin Tubagus Kahfi. Sudah terbiasa dengan lingkungan yang religius akhirnya pada usia Sembilan tahun beliau dikirim ke Mekkah untuk belajar dengan Syekh Nawawi al-Bantani  yang juga merupakan guru di Masjidil Haram. Atas dasar kecerdasannya yang luar biasa, Kiai Asnawi  banyak mendapatkan pembelajaran dari Syekh Nawawi Al-Bantani.

Seperti dilansir dari www.nu.or.id pada pada 14/07/20, setelah sekian lama belajar di Negara Mekkah, akhirnya Kiai Asnawi Caringin kembali ke tempat kelahirannya, Banten. Ilmu yang telah didapat sudah lebih dari cukup untuk  mengajar dan membagikan ilmunya kepada pemuda Banten. Beliau menjadi sosok yang banyak dikagumi oleh berbagai macam kalangan karena selalu semangat tinggi.

Di sisi lain, Kiai Asnawi terkenal sebagai seorang ulama dan pendekar Banten yang memiliki semangat juang untuk membasmi penjajahan di Indonesia. Beliau mengumpulkan jawara-jawara Banten untuk membantu melawan penjajahan pada masa itu. Beliau termasuk ulama yang juga memiliki ilmu bela diri tinggi. Semua itu menjadi ancaman tersendiri bagi Kolonial Belanda. Hingga pada akhirnya Kiai Asnawi ditahan di Tanah Abang dan diasingkan di Cianjur. Tidak mengilangkan semangat Syiarnya, beliau tetap aktif mengajarkan tentang Islam di manapun berada.

Kiai Asnawi akhirnya keluar dari tempat perasingan dan kembali ke desanya, Caringin. Pada tahun 1884 beliau mendirikan sebuah Madrasah Masyarikul Anwar dan Masjid Caringin. Masjid Salafiah Caringin masih berdiri kokoh dan memiliki cerita tersendiri dari proses pembuatannya. Konon, pohon yang dibawa Kiai Asnawi dari Kalimantan tersebut hanya berjumlah satu batang. Namun dengan keistimewaan yang dimiliki beliau, kayu tersebut dapat menghasilkan banyak kayu yang mencukupi pembuatan masjid.

Tahun 1883 Desa Caringin menjadi salah satu desa yang terdampak Gunung Krakatau Meletus dan ditinggalkan oleh warganya. Namun sepuluh tahun berlalu, desa tersebut kembali ditempati oleh seorang ulama yaitu Kiai Asnawi. Masjid kembali dibangun secara gotong royong bersama warga sekitar. Setelah kembali berdiri, masjid Caringin kemudian menjadi pusat syiar Islam dan menjadi saksi perjuangan masyarakat Banten pada saat itu.

Setelah cukup lama mensyiarkan Islam sekaligus melawan penjajahan kolonial Belanda, kiai Asnawi menghembuskan nafas pada 1937 M. Beliau meninggalkan 23 anak dari lima istri. Masjid Caringin menjadi tempat peristirahatan beliau dan masih ramai dikunjungi oleh para peziarah sampai saat ini.

Pada tahun 1980-1981 sebagai situs yang dilindungi, Masjid Caringin dipugar oleh Suaka Peninggalan Sejarah dan Purbakala yang sekarang lebih dikenal Balai Pelestarian Cagar Budaya Banten. Pemugaran dilakukan guna menjaga masjid dari pelapukan dan menambahkan beberapa bangunan lain guna melengkapi sarana dan prasarana Masjid. (DAF)

 

 

Get real time updates directly on you device, subscribe now.

Leave A Reply

This website uses cookies to improve your experience. We'll assume you're ok with this, but you can opt-out if you wish. Accept Read More

Privacy & Cookies Policy