Take a fresh look at your lifestyle.

- Advertisement -

Kontroversi Hukum Merokok: Perspektif Ulama Fikih Kontemporer, Dampak Sosial-Ekonomi dan Kesehatannya

122

Jika ingin melihat fatwa atau pendapat ulama klasik terkait hukum rokok, maka itu tidak akan ditemukan, kecuali hanya sebatas fatwa atau pendapat seputar hukum tembakau saja. Maka dari itu, terkait permasalahan hukum rokok ini, yang menjadi acuan adalah pendapat ulama fikih dunia kontemporer dan para ulama di Indonesia. Para ulama di Indonesia belum menemui kata sepakat untuk hal tersebut. Ada dari kalangan ulama yang mengharamkan konsumsi rokok, pun demikian juga ada dari mereka yang mengatakan rokok itu belum sampai kepada derajat haram, melainkan masih berkeliaran dalam ruang lingkup kemakruhan saja.

Bisa dimaklumi bahwa untuk merumuskan fatwa terkait hukum konsumsi rokok ini tidak boleh mengenyampingkan hal-hal mendasar, baik itu dari segi ekonomi, Kesehatan dan ataupun tatanan sosial kemasyarakatan. Dari segi ekonomi saja misalkan, Kementrian keuangan mencatatkan bahwa pemasukan negara dari Cukai Hasil Tembakau (CHT) itu mencapai 198,02 triliun rupiah. Bahkan untuk tahun 2023 itu diperkirakan bisa mencapai 220 – 230 triliun rupiah.[1]

Jika memang rokok itu diharamkan, itu akan berdampak pada para petani tembakau, cengkeh, para pekerja di pabrik tembakau, rokok dan para pekerja terkait lainnya. Kalau memang mau diharamkan, kita harus memikirkan juga dampak negatif dari hal tersebut, yaitu bertambahnya angka kemiskinan dan jumlah pengangguran di Indonesia. Akan tetapi, Jika dikaji dari segi kesehatan, rokok juga menyumbang berbagai jenis penyakit yang mengkhawatirkan dan berbahaya, bahkan bahaya yang ditimbulkan bukan hanya untuk perokok saja, melainkan dampak negatif akan dirasakan oleh orang-orang yang berada di sekitar. Perlu diketahui, bahwa di dalam rokok terkandung lebih dari 4.000 jenis bahan kimia yang berbahaya bagi tubuh.[2]

Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengeluarkan fatwa dalam sidang Ijtima’ di Padang Panjang, Sumatra Barat pada tanggal 24-26 Januari 2009 bahwa merokok hukumnya adalah haram jika di tempat umum, bagi anak-anak, dan bagi wanita hamil. keharaman itu juga ditujukan kepada para anggota MUI. Fatwa tersebut menimbulkan pro dan kontra di berbagai kalangan. Adapun di antara  yang mendukung fatwa tersebut, salah satunya adalah Ketua Komnas Perlindungan Anak, Seto Mulyadi yang menyambut baik fatwa haram merokok untuk anak-anak dan ibu hamil. Fatwa ini merupakan langkah maju untuk melindungi hak hidup anak dari bahaya tembakau. Dan pendapat yang kontra terhadap fatwa MUI antara lain: Pertama, yaitu Organisasi Keagamaan (Nahdhatul Ulama) yang sejak dulu menganggap merokok masih tergolong makruh. Kedua, para perokok, pekerja diperusahaan rokok, maupun sebagian penjual rokok, karena merasa terancam kelangsungan kehidupan ekonominya.

Keharaman ini masih bersifat kompleks. MUI saja pada tahun 2009 ketika mengadakan Ijtima’ ulama pada Komisi Fatwa di Padang Panjang tersebut mengakui adanya debat yang cukup alot untuk melahirkan fatwa tentang konsumsi rokok itu sendiri. Bisa dikatakan yang mengatakan bahwa konsumsi rokok itu haram berjumlah 83%, dan yang mengatakan bahwa rokok itu hukum konsumsinya makruh sebanyak 17%.

PANDANGAN PARA ULAMA KONTEMPORER TERKAIT HUKUM MEROKOK

Pada prinsipnya tidak ada dalil yang menyinggung secara spesifik dan eksplisit tentang hukum merokok, baik itu dari Alquran ataupun hadits, karena memang di zaman dahulu belum dikenal yang namanya rokok. Oleh karena tidak adanya dalil dari kedua sumber utama tersebut secara eksplisit menjadikan hukum merokok itu sebagai polemik kontroversial yang berkepanjangan dikalangan banyak pihak. Mulai dari yang mengharamkan, memakruhkan, atau bahkan memubahkan hukum merokok tersebut.

  1. Golongan Ulama yang Mengharamkan Rokok

Golongan ini merupakan golongan mayoritas ulama fikih kontemporer, juga apa yang diusung oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan Muhammadiyah. Dan diantara ulama kontemporer dunia yang menyatakan bahwa rokok itu adalah haram, yaitu Syaikh Yusuf al-Qorodhawy dan Syaikh Muhammad Syaltut Rahimahumallah.

Yang menjadi dalil dan alasan kelompok pertama ini ketika mengharamkan rokok adalah sebagai berikut:

  1. Rokok termasuk dalam kategori al-Khobaaits (Benda-benda yang buruk dan tidak baik). Allah mengharamkan untuk mengkonsumsi sesuatu yang tidak baik atau buruk. Sebagaimana yang Allah firmankan dalam Surat Al-A’raf: ayat 157:

وَيُحِلُّ لَهُمُ الطَّيِّبَاتِ وَيُحَرِّمُ عَلَيْهِمُ الْخَبَائِثَ

“… dan menghalalkan segala yang baik bagi mereka, dan mengharamkan segala yang buruk bagi mereka…”

 Rokok masuk dalam kategori al-Khobaaits, maka merokok itu hukumnya menjadi haram.

  • Menimbulkan madharat (keburukan). Kalau dikaji dari perspektif kesehatan, merokok ini bisa menimbulkan madharat, baik itu bagi dirinya sendiri (perokok aktif), terlebih bagi orang yang ada di sekitarnya (perokok pasif). Ada sebuah kaidah yang berbunyi:

لا ضرر ولا ضرار

Tidak boleh memberikan mudharat (kerusakan) kepada diri sendiri dan orang lain[3]

Merokok termasuk kedalam hal yang membubazirkan/pemborosan harta. Allah SWT melarang hambanya untuk menghambur-hamburkan harta, sebagaimana yang Allah tegaskan dalam surah Al-Isra’, ayat 26-27:

وَلَا تُبَذِّرْ تَبْذِيْرًا اِنَّ الْمُبَذِّرِيْنَ كَانُوْٓا اِخْوَانَ الشَّيٰطِيْنِ ۗوَكَانَ الشَّيْطٰنُ لِرَبِّهٖ كَفُوْرًا

Janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros. Sesungguhnya para pemboros itu adalah saudara-saudara setan dan setan itu sangat ingkar kepada Tuhannya”.

Membeli rokok termasuk ke dalam perbuatan yang memubazirkan harta, itu dilarang oleh Allah Ta’ala. Dan semua yang ada dalam genggaman manusia ini merupakan Amanah dari Allah Ta’ala. Setiap aliran dana yang dikeluarkan oleh manusia kelak akan diminta pertanggungjawaban oleh Allah Ta’ala; karena itu sifat Amanah.

  • Golongan Ulama yang Menghukumi Makruh

          Pandangan ini yang menjadi pegangan Nahdhatul Ulama (NU). Di antara dalil dan alasan yang dijadikan kelompok kedua ini sebagai sandaran adalah:

  1. Tidak terdapat dalil yang sharih (eksplisit/jelas) terkait keharaman rokok. Ketika tidak ditemukan dalil yang eksplisit terhadap hukum rokok ini, maka kembali kepada hukum asal, yaitu diperbolehkan. Sebagaimana kaidah fiqih menyatakan:

الْأَصْلُ فِي الْأَشْيَاءِ الْإِبَاحَةُ حَتَّى يَدُلُّ الدَّلِيلُ عَلَى التَّحْرِيمِ

Hukum asal segala sesuatu itu (selain perkara ibadah) adalah diperbolehkan, sampai adanya dalil lain yang menunjukkan atas keharamannya[4]

  • Terdapat beberapa manfaat bagi seorang perokok ketika ia mengkonsumsi rokok. Misalnya bisa menjadikan pikiran lebih tenang, memunculkan ide-ide brilian ketika menghisap rokok pada saat pikiran tidak tenang.

            Setelah membaca dan memperhatikan 2 pendapat dan berbagai dalil serta alasan yang dikemukakan oleh kedua kelompok, maka penulis lebih memilih dan condong kepada pendapat yang menyatakan bahwa merokok itu hukumnya haram. Hal tersebut dikarenakan beberapa hal:

  1. Rokok termasuk ke dalam kategori al-Khobaaits (benda yang buruk dan tidak baik). Allah mengharamkan mengkonsumsi sesuatu yang tidak baik tersebut, sebagaimana yang dijelaskan oleh surah Al-A’raf, ayat 157.
  2. Pengaruh rokok bagi kesehatan sangat berbahaya. Bahkan bisa memunculkan puluhan penyakit disebabkan oleh rokok, karena di dalam rokok terkandung lebih dari 4.000 jenis bahan kimia yang berbahaya bagi tubuh. Hal ini sama saja seperti menjatuhkan diri dalam kebinasaan ketika menkonsumsi rokok. Allah melarang seseorang menjatuhkan dirinya ke dalam kebinasaan, salah satunya dikarenakan rokok, sebagaimana yang Allah singgung pada surah Al-Baqarah, ayat 195.
  3. Banyak orang merasa terganggu dengan orang yang merokok di sekeliling mereka. Bahkan tidak jarang orang akan merasakan sesak nafas ketika berada di samping seseorang yang sedang merokok, dan itu menyakiti orang lain. Islam melarang bagi seorang muslim untuk menyakiti saudaranya.
  4. Jika dikaitkan dengan Maqasid Syari’ah (Tujuan Syari’ah), maka merokok ini akan menggangu 4 dari 5 prinsip maqasid syari’ah. Merokok akan mengganggu penjagaan jiwa (Hifzhu al-Nafs), penjagaan akal (Hifzhu al-‘Aql), penjagaan keturunan/keluarga (Hifzhu al-Nasl) dan akan menggangu penjagaan harta (Hifzhu al-Maal).
  5. Merokok memang ada manfaatnya, akan tetapi jika dibandingkan antara manfaat dan mudharat, maka mudharatnya jauh lebih besar daripada manfaat yang bakal didapat. Sesuatu yang mudharatnya lebih besar daripada manfaatnya, maka hukumnya haram. Allahu A’lam bis Showāb.

Penulis: Afrizal Tw, Lc., MA., Ph.D

(Dosen Agama Islam, Fakultas Kedokteran Universitas Yarsi, Jakarta)


[1] Aulia Mutiara Hatia Putri, CNBC Indonesia, “Sri Mulyani Happy, Pendapatan Cukai Rokok Nyaris Rp 200 T”, https://www.cnbcindonesia.com/research/20221222080741-128-399084/sri-mulyani-happy-pendapatan-cukai-rokok-nyaris-rp-200-t#:~:text=Jakarta%2C%20CNBC%20Indonesia%20%2D%20Kementerian%20Keuangan,yang%20sebesar%20Rp188%2C81%20triliun. Diakses Jum’at, 13 oktober 2023, pada pukul 15:31.

[2] Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, “Dampak Buruk Rokok Bagi Perokok Aktif dan Pasif”, https://ayosehat.kemkes.go.id/dampak-buruk-rokok-bagi-perokok-aktif-dan-pasif. Diakses Jum’at, 13 oktober 2023, pada pukul 15:53.

[3] Muhammad Mushtafa al-Zuhaily, Al-Qawaaid al-Fiqhiyyah wa Tathbiqatuha fii al-Madzaahibi al-Arba’ah, (Damaskus: Daar al-Fikr, 2006), jilid. 1, hlm. 199.

[4] Al-Suyuthy, Al-Asybah wa al-Nadzaair, (Beirut: Daar al-Kutub al-‘Ilmiyyah, 1990), cet.1, hlm. 60.

Get real time updates directly on you device, subscribe now.

Comments are closed.

This website uses cookies to improve your experience. We'll assume you're ok with this, but you can opt-out if you wish. Accept Read More

Privacy & Cookies Policy