Take a fresh look at your lifestyle.

- Advertisement -

Kremasi Jenazah Muslim, Sri Lanka Tuai Kecaman

1 109

Ibadah.co.id – Karena kebijakan negaranya untuk mengkremasi jenazah terkonfirmasi Covid-19, termasuk jenazah umat muslim, Sri Lanka menuai kecaman. Salah satu kecaman datang dari Dewan Muslim Inggris (MCB). Sekretaris Jenderal MCB, Zara Mohammed meminta pemerintah Sri Lanka untuk mengubah kebijakan tersebut.

Seperti dilansir republika.co.id pada 10/2/21, kebijakan pemerintah Sri Lanka mengkremasi jenazah Muslim yang terinfeksi Covid-19 menjadi sorotan dunia internasional. Kecaman dan desakan agar kebijakan yang merugikan umat Islam tersebut pun ditujukan kepada Sri Lanka. 

Dewan Muslim Inggris (MCB) mengeluh atas kebijakan kremasi di Sri Lanka. Keluhan tersebut telah diajukan kepada Dewan Hak Asasi Manusia PBB (UNHRC). Mereka mencap kebijakan kontroversial itu sebagai tindakan yang tidak adil dan diskriminatif.

Sekretaris Jenderal MCB, Zara Mohammed, menggambarkan kebijakan kremasi sebagai hal yang belum pernah terjadi sebelumnya. “Tidak ada negara lain yang melakukan tindakan tidak adil dan diskriminatif seperti itu. Kami sangat berharap pemerintah Sri Lanka akan mengubah kebijakannya sejalan dengan saran Organisasi Kesehatan Dunia (WHO),” kata Zara dalam sebuah pernyataan.

Mitra di Firma Hukum, Bindmans, London, Tayab Ali menggambarkan praktik tersebut sebagai tindakan yang tidak berperasaan. “Klien kami sudah menderita karena kehilangan anggota keluarga yang terkena Covid-19. Sungguh tidak berperasaan bagi pemerintah Sri Lanka untuk menambah kesusahan itu dengan memaksa tubuh orang yang dicintai dikremasi,” ujar dia.

Ali juga meminta UNHRC untuk mengambil tindakan secepatnya setelah menerima laporan pengaduan ini. Setidaknya, UNHRC kata dia dapat mengambil langkah-langkah sementara.

Dilansir Aljazirah, Rabu (10/2), para ahli ilmiah telah menyarankan berbagai tindakan untuk menguburkan jenazah sesuai dengan keyakinan mereka. Namun, pemerintah Sri Lanka mengklaim jenazah Covid-19 akan mencemari air tanah. Beberapa ahli telah membantah klaim tersebut. Mereka menyebut jika lokasi pemakaman direncanakan dengan baik, air tanah tidak akan terpengaruh.

Pada Januari, kelompok ahli yang ditunjuk oleh Kementerian Kesehatan Sri Lanka mengatakan menguburkan jenazah Covid-19 diizinkan, sejalan dengan tindakan pencegahan untuk mengurangi pandemi.

Pelapor khusus PBB, telah dua kali meminta pemerintah Sri Lanka untuk mempertimbangkan kembali kebijakan wajib kremasi dalam surat yang dikirim ke pihak berwenang pada Januari tahun ini dan April tahun lalu.

Dalam catatan terbaru mereka, para ahli PBB mengatakan praktik tersebut bertentangan dengan keyakinan Muslim dan komunitas minoritas lainnya di Sri Lanka. Tindakan ini dapat menimbulkan prasangka intoleransi dan kekerasan. Sementara itu, WHO mengatakan tidak ada bukti yang menunjukkan kremasi mencegah penyebaran virus korona.

“Meskipun kita harus waspada terhadap pandemi, langkah-langkah Covid-19 harus menghormati dan melindungi martabat orang yang meninggal termasuk tradisi atau kepercayaan budaya dan agama mereka,” kata para ahli PBB.

Kebijakan kremasi jenazah diduga untuk menghilangkan Muslim di Sri Lanka yang merupakan sekitar 10 persen dari 21 juta penduduk. Menurut data yang dikumpulkan Fakultas Kedokteran Universitas Johns Hopkins, lebih dari 70 ribu infeksi Covid-19 telah tercatat di Sri Lanka sejak pandemi dan 365 orang telah meninggal. 

Sementara itu, Departemen luar negeri Amerika serikat (AS), Duta Besar Amerika Serikat, dan Senator AS telah mendesak Pemerintah Sri Lanka untuk menghentikan kebijakan wajib mengkremasi korban Covid-19 yang meninggal. Hal ini untuk menghormati tradisi Islam, karena kasus kremasi paksa terhadap Muslim yang meninggal masih terjadi di Sri Lanka.

Dilansir dari Tamil Guardian, Ahad (31/1), kebijakan Sri Lanka tentang kremasi paksa telah dikecam oleh warga lokal, pihak internasional, serta oleh berbagai organisasi hak asasi manusia termasuk Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dan Human Rights Watch (HRW).

Departemen luar negeri AS mengungkapkan keprihatinan mereka melalui Twitter, mendesak Sri Lanka untuk mengikuti pedoman kesehatan masyarakat internasional. Anjuran ini agar pihak keluarga dapat mengirim orang yang mereka cintai ke pemakaman, sambil menghormati keyakinan agama dan tradisi budaya yang ada.

Duta Besar AS untuk Sri Lanka, Alaina B. Teplitz memposting ulang status Departemen Luar Negeri AS yang menyebut pemakaman korban Covid-19 telah dibenarkan oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO). Karena itu, ia berharap agar Pemerintah Sri Lanka menghormati tradisi dan ajaran warganya yang Muslim.

Senator Amerika Serikat dan mantan ketua bersama Kaukus Sri Lanka di Dewan Perwakilan AS, Chris Van Hollen juga menyuarakan keprihatinan tentang kremasi paksa terhadap umat Islam. Ia bahkan mengirim sebuah surat kepada utusan Sri Lanka di Amerika Serikat, Ravinatha P. Aryasinha.

“Karena tindakan mengkremasi jenazah dilarang dalam Islam, kebijakan ini telah memperburuk stres dan kesedihan komunitas Muslim di Sri Lanka.  Ini telah menyakiti korban Covid-19, keluarga mereka, dari hak pemakaman Islam,”katanya.

Dia juga menjelaskan bahwa pedoman WHO mengizinkan penguburan dan kremasi. Dan bahwa tidak ada cukup bukti untuk membuktikan bahwa kremasi sebagai pengganti penguburan tradisional akan mencegah penyebaran Covid-19. Lebih lanjut, ia menambahkan bahwa memaksakan  kremasi adalah pelanggaran hak asasi manusia. “Pakar hak asasi manusia dari Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) memperingatkan bahwa penerapan kremasi sebagai satu-satunya pilihan untuk menangani jenazah yang dikonfirmasi atau diduga Covid-19 adalah pelanggaran hak asasi manusia.  PBB sangat mendesak Pemerintah Sri Lanka untuk menghentikan kremasi paksa jenazah Covid-19,”ungkapnya. (RB)

Get real time updates directly on you device, subscribe now.

1 Comment
  1. […] – Tak lagi dikremasi, jenazah muslim Sri Lanka yang terkonfirmasi Covid-19 sudah diperbolehkan untuk dikuburkan. Sebelumnya, Pemerintah Sri Lanka […]

Leave A Reply

This website uses cookies to improve your experience. We'll assume you're ok with this, but you can opt-out if you wish. Accept Read More

Privacy & Cookies Policy