MUI Usulkan Kewajiban Seragam Sekolah Sesuai Atribut Keagamaan
Ibadah.co.id – Soal Surat Keputusan Bersama (SKB) 3 menteri mengenai seragam sekolah dasar dan menengah, Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat KH Cholil Nafis mengusulkan kewajiban pelajar menggunakan seragam sekolah sesuai atribut keagamaan masing-masing. Lebih lanjut ia mengatakan bahwa usia sekolah memang perlu dipaksa melakukan yang baik dari perintah agama karena untuk pembiasaan pelajar.
Seperti dilansir nu.or.id pada 9/2/21, terbitnya Surat Keputusan Bersama (SKB) 3 menteri mengenai seragam sekolah dasar dan menengah mendapat tanggapan dari Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat KH Cholil Nafis. Ia mengusulkan agar ada penambahan 1 pasal lagi untuk menyempurnakan SKB yang diterbitkan oleh Kemendikbud, Kemenag, dan Kemendagri tersebut.
Pasal tersebut adalah terkait dengan diperbolehkannya sekolah untuk mewajibkan siswa menggunakan seragam atau atribut keagamaan sesuai dengan keyakinan dan agamanya. Namun ini pun harus dengan persetujuan orang tua atau komite sekolah.
“Saya usul kpd Gus n Mas Menteri utk menambahkan 1 pasal menyempurnakan SKB 3 Menteri: “Guru dan Sekolah dapat mewajibkan kpd siswa/siswi memakai atribut keagamaan sesuai keyakinannya masing dg persetujuan orang tua/komite sekolah dan tak boleh mewajibkan kpd yg berbeda keyakinan,” tulisnya di akun Facebooknya, Jumat (5/2).
Usulan penambahan pasal ini menurutnya cermin dari tujuan pendidikan. Jika pendidikan tidak boleh melarang dan tidak boleh mewajibkan seragam keagamaan kepada siswanya, maka itu tidak mencerminkan pendidikan itu sendiri.
“Memang usia sekolah itu perlu dipaksa melakukan yang baik dari perintah agama karena untuk pembiasaan pelajar. Jadi SKB 3 Menteri itu ditinjau kembali atau dicabut,” sambungnya.
Ia menambahkan bahwa model pendidikan pembentukan karakter itu bisa berjalan dengan baik karena ada pembiasaan dari pengetahuan yang diajarkan dan diharapkan menjadi kesadaran. Apalagi pendidikan dasar yang sedari awal sudah diajarkan disiplin berseragam. Sehingga ketika mewajibkan berjilbab bagi siswi muslimah itu juga merupakan pendidikan karakter.
“Yg tak boleh itu mewajibkan jilbab kepada non muslimah atau melarang muslimah memakai jilbab krn mayoritas penduduknya non muslim,” jelasnya.
Dalam situasi pandemi Covid-19 yang mengakibatkan sebagian besar pelajar di Indonesia melakukan pembelajaran secara daring ini menurutnya juga tidak tepat merespon masalah seragam. Hal ini karena dalam pembelajaran daring, pelajar pun tidak mengenakan seragam.
“Baiknya memang mengurus gmn memaksimalkan belajar daring di pelosok yg tak terjangkau atau yg tak punya perangkatnya,” tulisnya.
Sementara Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Bidang Pendidikan KH Hanief Saha Ghafur mengatakan bahwa sekolah publik tidak dibenarkan mewajibkan siswa menggunakan seragam dengan identitas tunggal berdasarkan agama tertentu.
Ia juga menyebutkan, khusus bagi siswi muslimah, sekolah pun tidak bisa melarang mereka yang ingin mengenakan hijab, sepanjang telah sesuai dengan ketentuan yang berlaku. “Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan telah mengatur secara terperinci mengenai aturan seragam bagi siswa muslimah,” ujarnya dalam keterangan tertulisnya. (RB)
Comments are closed, but trackbacks and pingbacks are open.