Ibadah.co.id – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengimbau perbankan nasional untuk tidak lagi membuka kantor cabang di daerah. Menurut Ketua Dewan Komisioner OJK, Wimboh Santoso, hal ini seiring dengan perkembangan teknologi yang semakin maju dan dapat dijangkau masyarakat luas.
Menurut Wimboh, upaya bank meningkatkan pelayanan dengan membuka kantor cabang baru sudah tak lagi efektif. Sebab, hal itu memakan biaya yang tidak sedikit dan membutuhkan waktu lebih lama untuk beroperasi secara optimal.
“Sekarang semua services kalau bisa enggak usah datang ke bank. Digital saja,” ujar Wimboh dikutip dari media, Senin (18/11/2019).
Wimboh mengatakan, cara ini dapat mengurangi biaya operasional bank secara signifikan karena tidak mengeluarkan uang untuk membangun kantor ataupun menggaji lebih banyak tenaga kerja. Hal ini juga nantinya dapat berimbas pada turunnya suku bunga yang diberlakukan bank-bank tersebut.
Perkembangan teknologi digital yang sangat pesat membuat perbankan mulai beralih untuk mengembangkan layanan perbankan dengan sentuhan digital. Banyak bank yang mulai meningkatkan penggunaan teknologi untuk melayani nasabah lewat ponsel.
Imbasnya, jumlah cabang perbankan berkurang drastis. Mengutip data Otoritas Jasa Keuangan (OJK), sebanyak 1.652 kantor cabang bank tutup terhitung sejak 2015 hingga Agustus 2019. Penutupan kantor cabang merata di setiap jenis bank, baik bank Buku I hingga Buku IV.
Hal ini juga sejalan dengan tren bank digital yang semakin semarak dilakukan perbankan setelah otoritas mengeluarkan Peraturan OJK (POJK) Nomor 12/POJK.03/2018. Aturan itu memberi lampu hijau bagi bank membuka layanan digital banking.
Lembaga konsultan global kenamaan McKinsey & Company pernah melakukan survei terhadap lebih dari 900 responden nasabah bank di Indonesia pada 2017.
Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa nasabah perbankan Indonesia sangat antusias untuk mengadopsi teknologi perbankan digital. Hampir enam dari sepuluh nasabah perbankan Indonesia antusias untuk menggunakan layanan perbankan digital. Jumlah ini melampaui negara lain seperti Malaysia, Thailand Vietnam dll.
Masih dibutuhkan
Tren penurunan jumlah kantor cabang bank ini pernah coba diatasi oleh OJK lewat pemberian insentif pada 2016 lalu. Ketua Dewan Komisioner OJK kala itu, Muliamman D. Hadad, memberikan insentif berupa penurunan aturan modal inti bagi bank yang hendak membuka kantor cabang baru di daerah. Namun insentif itu sepi peminat.
Kendati demikian beberapa bank besar mengaku tetap melakukan ekspansi cabang. Hanya saja tidak dalam jumlah yang masif.
PT Bank Central Asia Tbk (BCA) misalnya, Direktur BCA Sansoto Liem mengatakan dalam satu hingga dua tahun terakhir BCA hanya membuka 10 sampai 20 kantor saja. “Kalau zaman dulu BCA bisa membuka cukup banyak 30 – 40 KCP atau kantor kas dalam satu tahun,” terangnya.
Sementara dari sisi SDM, BCA tetap merekrut tenaga kerja. Hanya saja tak lagi di bidang front office melainkan back office.
“Ke depan, yang dibutuhkan sales, relationship nasabah dan lain-lain. Lebih rumit dibanding operasional seperti customer service dan call service,” sambungnya.
Menurutnya, dalam membuka kantor cabang pun kini tidak lagi terlalu leluasa. Salah satunya, pemilihan lokasi dan ketersediaan lahan. Apalagi, fungsi cabang bank kini tak hanya melayani kebutuhan transaksi atau komplain saja saja, melainkan tempat bank untuk melakukan penawaran produk perbankan.
Di samping itu dengan adanya otomasi, peran front office seperti teller hampir bergeser ke mesin. Terlebih lagi, transaksi transfer dana di BCA sudah lebih besar menggunakan internet maupun mobile banking. (RB)